Urgensi Uji Tuntas dan Penilaian Dampak Hak Asasi Manusia di Sektor Perkebunan Sawit*

  • Beranda
  • Bisnis dan HAM
  • Urgensi Uji Tuntas dan Penilaian Dampak Hak Asasi Manusia di Sektor Perkebunan Sawit*

Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Pada 2024 Indonesia menghasilkan sekitar 46,5 juta metrik ton minyak kelapa sawit. Angka ini setara dengan 58 persen dari total produksi minyak sawit global (IndonesiaBaik.id, 15 Januari 2025). Tingginya produksi minyak kelapa sawit ini semakin menegaskan kontribusi industri kelapa sawit terhadap pembangunan dan perekonomian Indonesia.

Pemerintah mencapat 4 (empat) peran penting industri kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia (Indonesia.go.id, 21 September 2021). Pertama, padat karya. Industri sawit menyerap tenaga kerja langsung 4,20 juta dan pekerja tidak langsung 12 juta orang. Kedua, setiap tahunnya industri sawit berkontribusi sebesar 3,50 persen terhadap total PDB Indonesia. Ketiga, berkontribusi 13,50 persen terhadap total ekspor nonmigas. Keempat, menciptakan kemandirian energi melalui biodiesel sehingga menghemat devisa dan berdampak positif terhadap lingkungan.

Besarnya kontribusi industri kelapa sawit tersebut ternyata menyisakan beberapa persoalan mendasar yang perlu direspon secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya pemerintah dan perusahaan-perusahaan kelapa sawit.

Masalah kesejahteraan petani kelapa sawit dan eksploitasi anak sebagai buruh dalam industri kelapa sawit menjadi salah satu temuan yang banyak dilaporkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. UNICEF mencatat praktik pekerja anak di bawah umur dengan durasi waktu dan upah yang tidak wajar. Menurut UNICEF, pada tahun 2016 setidaknya ada 5 juta anak di Indonesia hidup baik sebagai tanggungan pekerja kelapa sawit atau sebagai pekerja.

Koalisi Buruh Sawit menyatakan keterlibatan anak-anak dalam industri perkebunan kelapa sawit ini terjadi karena ada anggapan keliru bahwa anak bekerja dan membantu orangtua merupakan bagian budaya Indonesia. Padahal, secara tidak langsung , anak-anak tersebut bekerja untuk perusahaan sebagai buruh kernet atau tukang pemungut brondol (biji dari satu tandan sawit) hingga pembantu perkebunan (CNBC, 5 Mei 2023).

Isu lebih serius digaungkan Human Right Watch (HRW, 2019). Human Rights Watch menemukan dampak serius dari perkebunan kelapa sawit. Laporan Human Rights Watch mendokumentasikan pendirian dan ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah merugikan masyarakat adat dan merenggut hak-hak mereka atas hutan, penghidupan yang layak, makanan, air, dan kebudayaan.

Lalu bagaimana sebaiknya perusahaan-perkebunan kelapa sawit menyikapi dua spektrum yang saling bertentangan antara potensi ekonomi dan dampak negatif perkebunan kelapa sawit?

Sejumlah instrumen sosial, lingkungan dan hak asasi manusia serta lembaga tata kelola telah dibentuk untuk memitigasi dampak multidimensi dari industri perkebunan kelapa sawit. Hal ini dilakukan sebagai respon atas tantangan keberlanjutan dan kritik global yang menyelimuti industri kelapa sawit.

Pembentukan Round Table for Sustanaible Palm Oil (RSPO) pada tingkat global, dan Indonesia Sustanaible Palm Oil (ISPO) pada level nasional merupakan salah satu mekanisme dirancang dalam rangka memperkuat regulasi, meningkatkan akuntabilitas pelaku industri, serta mendorong adopsi praktik berkelanjutan demi mencapai pembangunan kelapa sawit yang bertanggung jawab.

Dalam kerangka hak asasi manusia, Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGP) menjadi instrumen otoritatif yang secara jelas mengartikulasikan tanggung jawab korporasi untuk menghormati hak asasi manusia, melengkapi kewajiban yang diatur oleh hukum domestik.

Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (United Nation Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGPs) muncul sebagai instrumen kunci yang menjembatani kesenjangan antara kewajiban hukum negara dan tanggung jawab perusahaan terhadap hak asasi manusia. Instrumen ini menyajikan landasan konseptual yang kokoh untuk memastikan bahwa perusahaan secara proaktif menghormati hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan di dalam international bill of human rights dan instrumen-instrumen hak asasi manusia lainnya yang dibentuk PBB.

UNGPs secara preskriptif mengartikulasikan ekspektasi terhadap perusahaan-perusahaan, dalam hal ini perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menjalankan uji tuntas hak asasi manusia (human rights due diligence). Sehingga, perusahaan dapat menilai dampak potensial dan aktual hak asasi manusia dari operasional bisnisnya, serta mengambil langkah mitigasi yang tepat.

Uji tuntas ini berfungsi sebagai mekanisme fundamental untuk mengoptimalkan akuntabilitas korporasi dalam memenuhi kewajiban normatif untuk menghormati hak asasi manusia. Implementasi dan integrasi rekomendasi-rekomendasi uji tuntas secara langsung akan meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata publik dan investor.

 

*artikel ini disarikan dari webinar “Urgensi Uji Tuntas dan Penilaian Dampak Hak Asasi Manusia di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit” yang diselenggarakan Visi Integritas dan MSW Law Office pada hari Selasa, 2 September 2025

Leave A Reply

Subscribe Email Anda untuk mendapat Info terbaru