Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan II 2021 mengalami pertumbuhan positif dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didukung oleh hampir seluruh kategori lapangan usaha. Sektor Transportasi dan Pergudangan menjadi salah satu kontributor tertinggi dalam menopang perekonomian Jambi, diikuti Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Penerbangan maupun transportasi darat, hunian hotel dan penyediaan makan minum.
Lapangan usaha lainnya yang turut menyumbang pertumbuhan ekonomi adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Ketiga sektor ini mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada semester pertama 2021 (Bank Indonesia, 2021). Besarnya kontribusi ketiga sektor tersebut tidak dapat dilepaskan dari potensi sumber daya alam yang dimiliki Jambi. Jambi merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang kaya dengan potensi sumber daya alam. Jambi memiliki potensi minyak dan gas bumi, mineral dan batu bara, kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan (Wantannas, 2019).
Sub sektor perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang mendorong pertumbuhan sektor pertanian Jambi. Riset yang dilakukan Walhi Jambi memperkirakan potensi penerimaan negara yang besar dari dari pajak sawit pada 2021. Dari luasan perkebunan kelapa sawit sebesar 792.145,79 hektar, potensi pajak bumi dan bangunan yang akan diperoleh sebesar Rp 207,16 miliar, dan pajak pertambahan nilai sebesar Rp 2,70 triliun. Kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit digadang-gadang memberikan dampak baik terhadap ekonomi Jambi dan bagi masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari predikat provinsi Jambi yang masuk 10 besar perkebunan sawit terluas di Indonesia (Mongabay, 10 September 2021).
Besarnya potensi ekonomi perkebunan kelapa sawit di Jambi tersebut perlu diimbangi dengan tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang konsisten, baik oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun pemerintah daerah. Ini penting dilakukan mengingat perkebunan kelapa sawit seringkali (dianggap) terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan konflik lahan.
Penyebab karhutla ini salah satunya akibat pembiaran “lahan gambut yang mengering dan mudah terbakar, tidak terpantau dengan baik”. Sehingga ketika musim kemarau lahan-lahan tersebut mudah terbakar (BeritaSatu, 23 Agustus 2019). Kebakaran hutan dan lahan pada 2015 merupakan bencana terbesar era reformasi, yang kemudian berulang kembali pada 2019. Karhutla ini didominasi pada konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Mengacu data Walhi Jambi 2015, terdapat 46 wilayah perkebunan kelapa sawit yang terbakar (Mongabay, 10 September 2021).
Selain karhutla, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah konflik lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat sekitar wilayah perkebunan. Secara umum jumlah konflik perkebunan kelapa sawit di Jambi tidak terlalu mencolok, namun intensitas dan jumlah kelompok yang berpotensi terkena dampak konflik ini cukup besar. KPA Jambi mengungkapkan konflik agraria yang terjadi berpotensi memengaruhi kehidupan masyarakat di lima kabupaten dan sekitar 17.000 jiwa kehilangan lahannya (CNN Indoensia, 11 Juni 2020).
Data Konflik Sumber Daya Alam di Jambi
No | ISU | Tahun | Jumlah | |||||
2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 | |||
1 | Tambang, emas, Batu Bara, Migas, galian C |
18 |
22 |
25 |
35 |
20 |
3 |
123 |
2 |
Perkebunan Kelapa Sawit |
4 |
5 |
5 |
4 |
4 |
2 |
24 |
3 |
Hutan Tanaman Industri |
10 |
11 |
8 |
9 |
9 |
2 |
49 |
JUMLAH |
196 |
Sumber WALHI Jambi, dari Kliping media media, Konsolidasi dengan NGO Di Jambi dan dampingan WALHI Jambi
Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit disebabkan terjadinya terjadi tumpang tindih klaim kepemilikan lahan yang berujung pada kriminalisasi masyarakat. Pembukaan lahan perkebunan melampaui luas hak guna usaha yang diperoleh perusahaan, merambah ke lahan warga atau tanah adat tanpa izin. Konflik juga dipicu pelanggaran atas kerjasama kemitraan. Perusahaan tidak merealisasikan sistem bagi hasil sesuai kontrak sehingga petani atau pemilik lahan merasa dirugikan. Selain itu, tidak sedikit konflik agraria yang lahir dari sistem perkebunan inti plasma karena inti dinilai melanggar kesepakatan dengan petani plasma (STPN, 2012).
Untuk menangani konflik-konflik perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat, Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) merekomendasikan agar konflik ini dapat dimitigasi melalui resolusi konflik antara masyarakat lokal (adat) dengan Perusahaan (Safrin Salam, 2016). Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan proses mediasi antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Mediasi dilakukan melalui perantara mediator dari pihak pemerintah dan/atau instansi lainnya yang dapat memfasilitasi proses penyelesaian konflik, sehingga diperoleh hasil yang dapat menguntungkan bagi para pihak yang berkonflik.
Sementara untuk karhutla, pemerintah dan perusahaan perkebunan kelapa sawit serta pemangku kepentingan lainnya perlu memperbaiki tata kelolanya. Terutama mengubah paradigma dengan mengedepankan pendekatan pencegahan. Selama ini karhutla kerap terjadi karena pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah sifatnya penanggulangan, bukan pencegahan (Kemitraan, 2021)
Mitigasi dampak operasional perkebunan kelapa sawit ini perlu secara konsisten dan komprehensif dilakukan semua pemangku kepentingan perkebunan kelapa sawit di Jambi. Langkah mitigasi ini relevan dengan Prinsip-prinsip PBB Mengenai Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGPs) yang menegaskan kewajiban negara untuk “mendorong, dan ketika pantas mensyaratkan, perusahaan untuk berkomunikasi tentang bagaimana mereka mengatasi dampak-dampak hak asasi manusia. Untuk mencegah dan menangani dampak hak asasi manusia yang merugikan, perusahaan harus mengintegrasikan temuan-temuan dari penilaian dampak mereka kepada fungsi dan proses internal yang relevan, dan mengambil langkah yang pantas untuk mengatasi dampak tersebut”. Sehingga, masyarakat dan perusahaan perkebunan dapat menikmati hasil dari pengelolaan sumber daya alam Jambi yang melimpah.
Rujukan
Beritasatu, Inilah Penyebab Karhutla Terus Berulang di Jambi, Jumat, 23 Agustus 2019 | 14:49 WIB, https://www.beritasatu.com/nasional/571264/inilah-penyebab-karhutla-terus-berulang-di-jambi
CNN Indonesia “KPA Ungkap Konflik Agraria di Jambi 14 Tahun Silam” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200611194600-20-512415/kpa-ungkap-konflik-agraria-di-jambi-14-tahun-silam
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI AGUSTUS 2021, https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/lpp/Pages/Laporan-Perekonomian-Provinsi-Jambi-Agustus-2021.aspx
Kemitraan, Rekomendasi Kemitraan Untuk Pencegahan Karhutla Dalam RDPU dengan Komisi IV DPR RI https://www.kemitraan.or.id/kabar/rekomendasi-kemitraan-untuk-pencegahan-karhutla-dalam-rdpu-dengan-komisi-iv-dpr
Mongabay, Riset: Potensi Pajak Sawit Jambi Besar, Realisasi Minim, Mengapa?, 10 September 2021, https://www.mongabay.co.id/2021/09/10/riset-potensi-pajak-sawit-jambi-besar-realisasi-minim-mengapa/
Salam, Safrin. 2016. Kepastian Hukum Penerbitan Sertifikat Hak Komunal Sebagai Pelaksanaan Reforma Agraria. Jurnal Cita Hukum.
Siagian, Toman H. (2019) Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Penyelesaian Konflik Sosial Berkaitan dengan Eksistensi Perusahaan Perkebunan Pada PT Bukit Bintang Sawit di Kabupaten Muaro Jambi Dengan Pendekatan Yuridis Sosiologis,. S2 thesis, UAJY.
STPN, Kebijakan, Konflik, dan Perjuangan Agraria Indonesia Awal Abad 21 (Hasil Penelitian Sistematis STPN, 2012
Wantannas, Deputi Pengembangan Kaji Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi Jambi, https://www.wantannas.go.id/2019/07/10/deputi-pengembangan-kaji-pengelolaan-sumber-daya-alam-dan-penanggulangan-bencana-alam-di-provinsi-jambi/
.