Mengenal Alien Tort Claims Act (ATCA)

Pengadilan Distrik Columbia, Amerika Serikat akan kembali memeriksa dan mengadili gugatan yang diajukan 11 (sebelas) orang masyarakat Aceh terhadap ExxonMobil Corporation. Persidangan ini kemungkinan akan dilakukan pada musim semi 2022.

Dasar hukum yang digunakan 11 (sebelas) orang penggugat yang berasal dari Aceh terhadap ExxonMobil Corporation tersebut adalah Alien Tort Claims Act (ATCA).

Alien Tort Claims Act (ATCA), juga dikenal sebagai Alien Tort Statute merupakan ketentuan dari Judiciary Act yang disahkan pada tahun 1789. ATCA memberikan kewenangan kepada pengadilan federal Amerika Serikat untuk memeriksa dan mengadili gugatan perdata yang diajukan oleh warga negara asing. Gugatan ini diajukan dengan alasan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran terhadap hukum internasional atau perjanjian-perjanjian internasional yang dilakukan oleh Amerika Serikat.

Berdasarkan ATCA, Tort adalah setiap tindakan salah yang tidak melibatkan pelanggaran kontrak yang dapat diajukan gugatan perdata. Sejak tahun 1980-an, ATCA digunakan sebagai dasar gugatan terhadap individu-individu atas pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional. ATCA telah berhasil digunakan dalam kasus-kasus yang melibatkan penyiksaan, kekerasan seksual yang disponsori negara, pembunuhan di luar proses hukum, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan penahanan sewenang-wenang.

Landasan yang diberikan terhadap korban dan penyintas pelanggaran hak asasi manusia semakin kuat setelah disahkannya Undang-Undang Perlindungan Korban Penyiksaan (Torture Victim Protection Act/TVPA) pada tahun 1991. TVPA memberikan hak yang sama kepada warga negara AS dan non-warga negara AS untuk mengajukan tuntutan atas penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum yang dilakukan di luar negeri.

Menjelang tahun 1990-an, ATCA semakin berkembang dan mulai digunakan untuk melawan korporasi karena keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia dan untuk kejahatan lingkungan.

Saat ini, ATCA menjadi salah satu regulasi yang memberikan kesempatan kepada korban dan penyintas (survivor) pelanggaran hak asasi manusia -di mana pun peristiwa tersebut terjadi- hak untuk menggugat para pelaku melalui pengadilan Amerika Serikat.

Preseden Filartiga (Filartiga Precedent)

Kasus pertama pelanggaran hak asasi manusia yang diajukan dengan menggunakan dasar hukum ATCA adalah kasus Filartiga v. Peña-Irala. Gugata ini diajukan pada tahun 1976. Seorang ayah yang anak laki-lakinya disiksa dan dibunuh di Paraguay saat dalam tahanan polisi. Pada saat itu dia melihat salah satu orang petugas yang melakukan penyiksaan terhadap anaknya sedang berjalan-jalan di Manhattan. Sang ayah menelepon INS (Immigration and Naturalization Service), yang kemudian menangkap mantan perwira Paraguay itu karena memperpanjang visa kunjungannya. Ayah dan saudara perempuan korban penyiksaan tersebut kemudian mengajukan gugatan terhadap perwira Paraguay tersebut. Selanjutnya pada tahun 1980, pengadilan federal AS di New York menguatkan gugatan mereka dan memberikan dasar gugatan-gugatan serupa di masa yang akan datang dengan mengacu pada ATCA.

Pertanggungjawaban Individu atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pasca putusan kasus Filartiga, gugatan-gugatan yang sama telah diajukan terhadap pelaku individu yang berada dan ditemukan di Amerika Serikat. Kasus-kasus ini diajukan di AS karena para penyintas pelanggaran hak asasi manusia seringkali tidak memiliki cara untuk mencari keadilan di negara asal mereka. Bagi negara-negara yang muncul dari konflik bersenjata atau rezim otoriter, impunitas atas pelanggaran hak asasi manusia dapat menjadi fakta kehidupan yang tidak menguntungkan.

Bagi korban-korban yang memiliki akses terbatas terhadap keadilan, ATCA menyediakan alat untuk mengekspos dan meminta pertanggungjawaban para pelaku pelanggaran hak asasi manusia, dan tidak memberikan  tempat berlindung yang aman (no safe heaven).

Tanggung jawab Perusahaan Pembantuan dan Persekongkolan

Sejak pertengahan 1990-an, gugatan-gugatan yang diajukan dengan menggunakan ATCA lebih ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan multinasional atas keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia. Pada 2009, dua kasus pertanggungjawaban perusahaan—Doe v. Unocal dan Wiwa v. Shell—telah menghasilkan penyelesaian di mana pemulihan bagi para penyintas dan komunitas korban telah memberikan dampak penting dalam upaya mencari keadilan melalui ATCA.

Tujuan Penggunaan ATCA

Munculnya gugatan-gugatan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan lingkungan dengan menggunakan ATCA sebagai salah satu landasan hukum telah memberikan arti tersendiri bagi korban-korban. Walaupun para pelaku tidak akan dijatuhi pidana penjara, gugatan-gugatan ini penting sebagai salah satu sarana dalam memberikan keadilan bagi korban.

  • Mengakhiri Impunitas
    • Banyak penyintas ingin mencari keadilan dan membantu mengakhiri praktikimpunitas yang terjadi  di negara asal mereka.
  • Membiarkan Yang Selamat Berbicara
    • Gugatan-gugatan yang diajukan melalui ATCA memberikan kesempatan kepada para korban untuk menceritakan kisah mereka, dan kisah-kisah mereka yang tidak selamat. Berbicara kebenaran kepada kekuasaan—terutama di pengadilan—bisa sangat memberdayakan.
  • Mengungkap Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia
    • Proses pengadilan yang berjalan telah memberikan kesempatan untuk mengungkap identitas pelaku dan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan lingkungan.
  • Mencegah Penyalahgunaan di Masa Depan & No Safe Heaven
    • Kasus-kasus ini dapat mengirimkan pesan yang kuat kepada pejabat pemerintah dan perwira militer bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Mereka akan tahu bahwa AS tidak akan memberikan tempat yang aman bagi para pelaku pelanggaran hak asasi manusia.
  • Membangun Hukum dan Yurisprudensi HAM
    • Gugatan-gugatan yang diajukan melalui ATCA telah terbukti menjadi cara yang efektif untuk mengembangkan kerangka hak asasi manusia dalam sistem hukum hak asasi manusia internasional.

 

Leave A Reply

Subscribe Email Anda untuk mendapat Info terbaru