Presiden Joko Widodo harus menjamin dan memberikan hak-hak atas tanah kepada masyarakat Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komiring Ilir, Sumatera Selatan. Pada masa akhir jabatannya ini Presiden Joko Widodo harus menunjukkan bahwa legasinya benar-benar dapat dinikmati dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat Desa Sungai Sodong. Presiden Joko Widodo tidak boleh membiarkan sekelompok pengusaha menguasai dan menegasikan hak-hak masyarakat Desa Sungai Sodong atas tanah dan penghidupan yang baik.
Langkah yang harus dilakukan Presiden Joko Widodo tersebut selaras dengan Program Reforma Agraria yang selama ini dijalankan Pemerintahannya. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 4 Desember 2023 yang lalu pada saat meluncurkan Program Sertifikat Tanah Elektronik di seluruh tanah air. Pada kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar seluruh jajaran kementerian dan lembaga untuk menerbitkan administrasi tata kelola serta menjaga aset-aset yang dimiliki agar tidak menimbulkan masalah tanah yang berlarut-larut.
Desa Sungai Sodong merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komiring Ilir, Sumatera Selatan. Sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai petani, pekebun, buruh dan nelayan.
Pada tahun 2011 Desa Sungai Sodong pernah menjadi perhatian nasional. Hal ini terjadi akibat konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Desa Sungai Sodong dengan PT. Sumber Wangi Alam (PT. SWA).
Pada 21 April 2011 terjadi bentrokan antara warga dan perusahaan yang menewaskan 7 (tujuh) orang. Peristiwa ini diawali oleh tewasnya 2 (dua) penduduk Sungai Sodong, yaitu Indra Syafei dan Saktu Macan akibat dikeroyok oleh Pamswakarsa dari PT SWA. Akibat pengeroyokan ini, sekitar 200 orang warga Sodong, warga desa Jurang Kuali, desa Pagar Dewa, desa Pematang Panggang, desa Pematang Panggang, desa sungai Tepu, dan desa Tebing Suluh melakukan penyerbuan PT SWA. Penyerbuan tersebut mengakibatkan tewasnya 5 (lima) orang dari pihak PT SWA, terdiri dari 2 (dua) pegawai dan 3 (tiga) anggota Pamswakarsa. Dua anggota Pamswakarsa yang tewas, yaitu Saimun dan Agus Manto.
Pasca peristiwa tersebut, pada tanggal 17 Desember 2011 Menko Polhukam Republik Indonesia, Djoko Suyanto menerbitkan Keputusan Nomor KEP. 64/MENKO/POLHUKAM/12/2011 tentang Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mesuji. TGPF bertugas untuk melakukan pencarian fakta peristiwa menyangkut latar belakang pelaku, dampak yang ditimbulkan, maupun hal-hal lain yang terkait dengan peristiwa di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung.
Berdasarkan penyelidikannya, TGPF menyimpulkan bahwa konflik antara masyarakat dengan PT. SWA disebabkan tidak direalisasikannya penanaman Plasma oleh PT TMM yang sudah direncanakan di tanah seluas 633,2 Ha dan 1068 Ha, dan adanya pelibatan tugas pengamanan swasta oleh perusahaan, yang bermasalah baik legalitas perusahaan, mutu SDM, maupun pengawasannya. Sehingga, pada saat itu TGPF merekomendasikan agar pemerintah daerah perlu membekukan izin perkebunan (IUP) PT SWA dan melakukan pengukuran ulang lahan HGU (sesuai status quo) yang telah diberikan kepada PT SWA. Pengukuran ulang ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi lahan-lahan yang dimiliki masyarakat secara adat yang terletak didalam areal HGU;
2. Mengeluarkan lahan-lahan milik masyarakat dari areal HGU PT SWA;
3. Memberikan ganti kerugian/kompensasi terhadap pemilik hak-hak masyarakat adat yang terdapat dalam areal HGU (sejak 2002-sekarang).
Sangat disayangkan kesimpulan dan rekomendasi TGPF tersebut sampai saat ini tidak dilaksanakan oleh PT SWA dan Pemerintah Daerah. Sehingga, sengketa ini terus berlarut-larut. Masyarakat dikambinghitamkan dan dianggap mengganggu jalannya usaha perusahaan.
Sengketa antara masyarakat Desa Sodong dengan PT. SWA membutuhkan komitmen dari seluruh pemangku kebijakan atau pengambil keputusan utama terkait solusi kebijakan atas konflik tanah di Mesuji ini. Karena tanah memiliki peran yang penting dan esensial untuk penghidupan masyarakat. Masyarakat desa Sungai Sodong sudah menguasai secara turun temurun dan lebih awal daripada terbitnya HGU PT SWA. Sehingga, masyarakat meminta agar Presiden Jokowi mengambil langkah dan kebijakan yang mendahulukan kepentingan dan harapan masyarakat Desa Sungai Sodong.
Demikian siaran pers ini kami sampaikan.
Kayu Agung, 21 Mei 2024
Hormat kami,
Pendamping Hukum Sungai Sodong (PHSS)
Untuk selanjutnya silakan hubungi:
1. Wahyu Wagiman, 0813 81357478
2. Unggul, 0813 6970 9166
3. M. Irwan, 0896 5280 8576