Berakhirnya tahun 2022 menyisakan momen-momen penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu peristiwa penting yang terjadi dan sulit dilupakan adalah terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia pada 16 Maret – 30 April 2022. Peristiwa ini tentunya agak sulit diterima akal sehat, mengingat Indonesia merupakan negara terluas dan penghasil kelapa sawit di dunia, yang mana kelapa sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng.
Akademisi cum pengamat ekonomi Faisal Basri mencatat bahwa CPO (crude palm oil) yang dihasilnya Indonesia lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan juga pasar ekspornya (Dokumen, 20 Oktober 2022). Pendapat Faisal Basri ini dikuatkan oleh Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS yang menyatakan pada tahun 2021 total produksi CPO Indonesia sebesar 46,8 juta ton. Sementara kebutuhan CPO dalam negeri hanya mencapai 6-7 juta ton atau 14,9% dari total produksi (20 Oktober 2022). Sehingga, kebutuhan dalam negeri yang relatif kecil tersebut seharusnya dapat dipenuhi dan diatur secara serius oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
Masalahnya adalah, terdapat ambiguitas kebijakan CPO yang dilakukan Pemerintah Indonesia yang berdampak pada kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, yakni terkait kebijakan biodiesel. CPO tidak hanya digunakan untuk minyak goreng tapi juga untuk bahan bakar yang diolah menjadi Biodiesel. Kebijakan pemerintah mengenai kewajiban untuk mencampurkan solar dengan FAME (fatty acid methyl ester) dengan target 30% tahun 2022 menggerus stok bahan baku minyak goreng dan dialihkan untuk biodiesel. Sehingga CPO untuk kebutuhan dalam negeri semakin banyak diserap untuk Biodiesel. Pemerintah lebih mengutamakan CPO untuk energi dibandingkan pangan. Akibatnya, kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng menjadi tidak terhindarkan.
Situasi tersebut mendorong masyarakat sipil-antara lain Perkumpulan Sawit Watch- untuk menggugat Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan terkait dengan tidak dilakukannya langkah-langkah efektif untuk mencegah dan menanggulangi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Sawit Watch bersama dengan Tim Kuasa Hukum dari PILNET (Public Interest Lawyers Network) mengajukan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atas polemik minyak goreng yang terjadi (Sawit Watch, 2 Juni 2022).
Dalam gugatannya, Sawit Watch menyebutkan bahwa kegagalan Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan dalam mencegah tinggi dan langkanya minyak goreng bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). UUD 1945, UU Perdagangan dan UU Pangan secara jelas menegaskan mengenai tugas dan tanggung jawab Presiden dan para pembantunya untuk senantiasa berikhtiar untuk menciptakan kesejahteraan sosial, salah satunya melalui penyediaan dan mempermudah akses masyarakat terhadap minyak goreng. Hal ini menjadi tanggung jawab Pemerintah mengingat minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Sehingga, sudah menjadi kewajiban Presiden bersama-sama dengan Menteri Perdagangan untuk secara nyata memastikan kebutuhan bahan pokok betul-betul tersedia dan terjangkau oleh masyarakat.
Sawit Watch meminta agar ke depan, Jokowi selaku Presiden dan Menteri Perdagangan untuk menjamin pasokan dan stabilisasi harga Minyak Goreng untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen bagi seluruh warga Indonesia.
Gugatan yang diajukan Sawit Watch ini merupakan momentum bagi Pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan untuk menunjukkan tanggung jawabnya dalam melaksanakan Konstitusi UUD 1945 melalui pemenuhan hak-hak warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Dalam arti, negara hadir dalam menjamin ketersediaan bahan pokok masyarakat.
Sayangnya, apa yang diperjuangkan masyarakat Indonesia melalui Sawit Watch tersebut dimentahkan oleh PTUN Jakarta yang menolak gugatan Sawit Watch. PTUN Jakarta beralasan, gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa terkait dengan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng bukan merupakan obyek sengketa tata usaha negara. Sehingga, tidak menjadi kewenangan dari PTUN Jakarta untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
vvv